Radikalisme beragama merupakan isu membahayakan yang merusak tatanan kehidupan bangsa dan keutuhan NKRI. Sebagai salah satu upaya menanggulangi tumbuh suburnya paham islam radikal kementerian agama berupaya menguatkan pemikiran islam moderat melalui program moderasi beragama. Program ini diharapkan dapat membentuk Sumber daya manusia yang berpegang teguh pada nilai esensi ajaran agama, berorientasi menciptakan kemaslahatan umum, serta menjunjung tinggi komitmen kebangsaan. Untuk mendukung program tersebut MAN 2 Malang mengadakan penguatan moderasi beragama melalui kegiatan talk show yang digelar pada hari Rabu, 26 Oktober 2022 dengan menghadirkan narasumber Rider Bakiyah alias Pujianto mantan narapidana terorisme dari jaringan ISIS yang saat ini telah insyaf dan berada di bawah bimbingan Densus 88 Antiteror. Kegiatan yang dilaksanakan di Aula MAN 2 Malang dihadiri oleh seluruh civitas akademik baik siswa, guru, maupun karyawan MAN 2 Malang dengan penuh rasa antusias. “Kegiatan ini adalah salah satu ikhtiar MAN 2 Malang, untuk membentengi siswa-siswinya agar mengambil bagian untuk turut menjaga keutuhan NKRI yang tidak lepas dari berbagai ancaman, mulai dari ancaman ideologi transnasional radikal, mental dogmatik, hingga perilaku polemik sehingga moderasi beragama harus ditingkatkan dan ditingkatkan lagi agar umat islam di madrasah menjadi agen utama dalam menciptakan islam nusantara yang damai, yang rahmatan lil alaamiin”, Ungkap ketua pelaksana kegiatan, Bapak Azmy Maushofi ditengah wawancara sebelum acara dimulai.
Pujianto menceritakan akar dari penyebab terjerumusnya ke dalam aksi terorisme adalah sikap radikal yang dimilikinya terhadap pemahaman yang dimilikinya, yang itu diperolehnya dari membaca berbagai buku, berita, artikel, selebaran, dan kitab yang mengarah pada islam garis keras yang dipelajarinya sendiri tanpa mentor pada saat ia duduk di bangku MTs hingga MA yang membawanya pada sebuah tujuan hidup yang mantap yaitu membela Islam dan berjihad menyelamatkan kaum muslimin yang tertindas di berbagai negara. Dengan berbekal pemahaman tersebut kemudian ia bekerja di Jakarta dan berupaya mencari organisasi yang memiliki pemahaman yang serupa untuk bergabung hingga semakin mengakarlah pemahaman islam radikal yang dimilikinya. “Disinilah pentingnya seorang anak mendapatkan pendampingan ketika dia belajar, agar dia memiliki teman berdiskusi yang tepat dan mendapatkan informasi yang cukup dalam memandang suatu hukum atau memaknai ayat dan hadits dari berbagai sudut pandang dan pandapat sehingga pemahamannya menjadi utuh. Hal inilah yang akan menjadikan anak secara otomatis akan berkembang menjadi anak yang memiliki paham moderat dan penuh dengan toleransi” Ungkap Pujianto ditengah paparannya. “Agar anak memiliki sikap yang moderat yang berakar dari pemahaman, seorang anak harus memiliki jiwa kritis, karena jiwa inilah yang dapat membantu anak keluar dari pemahaman radikalnya, yaitu pemahaman yang menganggap pendapatnya satu-satunya pendapat yang benar tanpa mau terbuka dengan kebenaran yang lain, sekali lagi kuncinya adalah sikap kritis dan pendampingan yang tepat” ujar Pujianto.
Ditanya terkait proses penangkapannya ia mengungkapkan bahwa penangkapan dirinya dilakukan saat ia melakukan jual beli senjata untuk aksi terorisme. Selanjutnya ia dibawa Densus 88 Antiteror dan penyelidikan selama satu tahun penuh. Setelah divonis beliau dipindahkan ke lapas teroris di Bogor. Selama di penjara beliau dibina oleh ulama-ulama besar yang memiliki pemahaman islam yang sangat mumpuni yang disediakan pemerintah untuk berdiskusi terkait dengan pemahaman-pemahaman islam garis keras yang dimilikinya. Pembinaan tersebut membuatnya mengaku kalah telak dan memutuskan keluar dari jalur radikalisme dan memutuskan menjalankan islam yang rahmatan lil alaamiin. Setelah keluar dari penjara pemerintah memfasilitasinya untuk melakukan usaha halal agar tidak kembali ke jalur terorisme akibat keterbatasan ekonomi. Saat ini ia kerap diundang berbagai instansi utamanya kampus baik negeri maupun swasta untuk menangkal munculnya bibit-bibit radikalisme di kalangan mahasiswa.
Menutup perbincangan, Pujianto berpesan agar kita tidak terjerumus pada hal-hal yang berbau terorisme berdalih jihad karena adanya sifat kefanatikan terhadap sesuatu kepercayaan. Sikap radikalisme beragama harus dijauhi, seorang manusia tidak boleh beranggapan bahwa dirinya dan pemahamannya yang paling benar tanpa mau terbuka dengan pendapat yang lain. Selain itu ia juga menggaris bawahi pentingnya saling toleransi terhadap perbedaan dan menerima segala keberagaman sehingga NKRI menjadi negara yang kokoh. (ekslusif).